Resume Putusan | Bunga Pinjaman: Bolehkah Pemegang Saham Memberikan Pinjaman kepada Perusahaan yang Modalnya Belum Disetor secara Keseluruhan?
Jakarta (Esindomt) – Otoritas Pajak bersengketa dengan Perusahaan A (nama disamarkan) pada Pengadilan Pajak terkait Dasar Pengenaan Pajak PPh Badan. Pada sengketa ini, Perusahaan A (Pembanding) mengajukan banding dimana Otoritas Pajak (Terbanding) mengoreksi biaya dari luar usaha, yaitu biaya bunga sebesar USD1.364.772.
Terkait hal ini, Otoritas Pajak menyatakan bahwa pinjaman dari pemegang saham tersebut merupakan modal yang disetor, sehingga atas biaya bunga yang dibayarkan kepada pemegang saham tidak dapat dianggap sebagai biaya karena terdapat modal yang belum disetor
Kronologi Pihak Terkait
Menurut Perusahaan A, koreksi PPh Badan atas biaya di luar bisnis tidak tepat karena Terbanding melakukan koreksi yang mengacu pada SE-04/PJ.7/1993 tentang petunjuk menangani kasus-kasus Transfer Pricing (Seri TP-1), yakni penjelasan koreksi yang berkaitan dengan Pasal 18 ayat 3, dimana pemeriksa menunjukkan bahwa terdapat kekurang-wajaran pembebanan bunga atas pinjaman pemegang saham.
Hal ini dikarenakan sejak 2013, SE-04/PJ.7/1993 telah dicabut dan digantikan oleh SE-50/PJ/2013. Tidak ada lagi masalah terkait jumlah modal yang belum disetor seperti dalam pengujian SE-04/PJ.7/1993. Oleh karena itu, pemeriksa harus menggunakan SE-50/PJ/2013 sebagai dasar untuk melakukan pengujian pembayaran bunga yang dibayarkan.
Dalam tanggapannya, Otoritas Pajak melakukan koreksi tersebut berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Terbatas 1 dan Laporan Keuangan (Audited) tahun 2018 diketahui bahwa modal dasar Perusahaan A adalah sebesar US$40.000.000, sementara modal yang ditempatkan dan disetor penuh baru sebesar 37,5%, atau US$15.000.000, masih terdapat modal yang belum disetor sebesar 62,5%, atau US$25.000.000.00, dan utang pemegang saham yang diberikan sebesar US$15.000.000.00.
Otoritas Pajak mengkhawatirkan Pemohon Banding melakukan utang untuk menimbulkan biaya bunga sebagai pengurang penghasilan yang dapat mengurangi pajak terutang atau tidak membayar pajak.
Pertimbangan Majelis Hakim
Atas permasalahan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa sumber pembiayaan investasi dapat berasal dari modal atau dari pinjaman. Kepada perusahaan penanaman modal asing, ketentuan permodalan ditentukan dan diawasi oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Lalu untuk perusahaan yang baru berdiri, kebutuhan akan investasi kemungkinan lebih besar dari modal yang ditempatkan sehingga dibutuhkan dana investasi berupa pinjaman yang dalam sengketa ini berasal dari perusahaan afiliasi, sehingga Majelis berpendapat pinjaman yang dilakukan oleh Pemohon Banding adalah pinjaman wajar.
Dalam kasus ini terdapat hal unik berupa Dissenting Opinion dari salah satu hakim terkait syarat formil penerbitan SKP yaitu kewenangan penerbitan SKP berada pada Direktur Jenderal Pajak.
Di luar dari adanya Dissenting Opinion tersebut, setelah Majelis Hakim melihat fakta-fakta yang ada di persidangan, Majelis Hakim memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya banding dari Perusahaan A.
Informasi Tambahan
Berdasarkan kasus diatas, penulis melakukan riset mendalam dan mendapatkan fakta bahwa sesuai Pasal 109 angka 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, syarat untuk berdirinya suatu PT adalah PT wajib memiliki modal dasar perseroan. Dahulu sebelum berlaku UU Cipta Kerja, modal dasar PT paling sedikit Rp50 juta. Akan tetapi kini besaran modal dasar PT menurut Pasal 109 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 32 ayat (2) dan (3) UU PT ditentukan berdasarkan keputusan pendiri PT dan akan diatur lebih lanjut ke dalam Peraturan Pemerintah.
Namun demikian, nominal modal dasar yang ditentukan tersebut tidak harus disetor sepenuhnya pada masa awal pendirian PT. Adapun sesuai Pasal 33 ayat (1) UU PT terdapat kewajiban menempatkan dan menyetor penuh paling sedikit 25% dari modal dasar. Misalnya, apabila modal dasar 100 juta rupiah, maka modal ditempatkan dan disetornya minimal sebesar 25 juta rupiah.
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang pemegang saham boleh memberikan pinjaman kepada perusahaan walaupun pemegang saham tersebut belum menyetorkan seluruhnya modal dasar Perusahaan.